Sabtu, 11 Mei 2013

Sepsis Neonaturum


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Sepsis Neonaturum
1.     Pengertian
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari (Surasmi, 2003).
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir (DEPKES 2007).
Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran (Mochtar, 2005).

2.     Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi menjadi tiga kategori yaitu:
a.      Faktor maternal terdiri dari:
-   Ruptur selaput ketuban yang lama
-   Persalinan prematur
-   Amnionitis klinis
-   Demam maternal
-   Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
-   Persalinan yang lama
b.     Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula.
c.      Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu (Wijayarini,2005).

3.     Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu:
a.       Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan Pada masa intranatal atau saat persalinan
b.     Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
oleh kuman (misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea). toksoplasma.
c.      Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilicus (Surasmi, 2003).

4.     Faktor predisposisi
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan pemberian minum buatan.

5.     Manifestasi klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu:
-   Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba
-   Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung
-   Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis
-   Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, diare
-   Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur
-   Tanda dan gejala hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura, perdarahan, splenomegali.
6.     Pencegahan
a.      Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b.     Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c.      Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi (Sarwono, 2004).

7.     Pengobatan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian; Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian;Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis (surasmi,2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar