BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sepsis
Neonaturum
1.
Pengertian
Sepsis
neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik
dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung
cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai
sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari (Surasmi, 2003).
Sepsis
neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir (DEPKES 2007).
Sepsis
neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah
kelahiran (Mochtar, 2005).
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi menjadi tiga
kategori yaitu:
a. Faktor
maternal terdiri dari:
- Ruptur
selaput ketuban yang lama
- Persalinan
prematur
- Amnionitis
klinis
- Demam
maternal
- Manipulasi
berlebihan selama proses persalinan
- Persalinan
yang lama
b. Pengaruh
lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi
tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter
umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang
trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula.
c. Faktor
penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir
rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu (Wijayarini,2005).
3.
Patofisiologi
Mikroorganisme
atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara
yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa
antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam
tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang
dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria,
sipilis, dan Pada masa intranatal atau saat persalinan
b. Infeksi
saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada
saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui
kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi
oleh kuman (misalnya:
herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea). toksoplasma.
c. Infeksi
pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang
terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat
infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat
penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman
atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka
umbilicus (Surasmi, 2003).
4.
Faktor
predisposisi
Terdapat
berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi
sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya
sepsis. Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama
kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia,
diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama,
partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya
trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak
menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh
sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui
botol, dan pemberian minum buatan.
5.
Manifestasi
klinis
Tanda
dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik. Tanda dan
gejala sepsis neonatorum yaitu:
- Tanda
dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas
lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba
- Tanda
dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak
tarikan otot pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung
- Tanda
dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat
dan sianosis
- Tanda
dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau tidak
mau minum, diare
- Tanda
dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal,
iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan
tidak teratur
- Tanda
dan gejala hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura,
perdarahan, splenomegali.
6.
Pencegahan
a. Pada
masa antenatal
Perawatan
antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu
dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada
saat persalinan
Perawatan
ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada
ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan).
Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan
rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput
lendir.
c. Sesudah
persalinan
Perawatan
sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi
menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril.
Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik.
Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan
menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi.
Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar
dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus
sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara
rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi (Sarwono,
2004).
7.
Pengobatan
Prinsip
pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan
memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan
nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik
hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi,
murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau
dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat
diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan
gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau
obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis
antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau
4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian;
Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian;
Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian;Eritromisin500
mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis (surasmi,2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar